Bismillah ….
Pertama: Terdapat banyak dalil yang memerintahkan kita untuk membunuh cicak, di antaranya:
1. Dari Ummu Syarik RA; Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau menyatakan, “Dahulu, cicak yang meniup dan memperbesar api yang membakar Ibrahim.” (HR. Muttafaq ‘alaih)
2. Dari Abu Hurairah RA; Nabi SAW bersabda, “Siapa saja yang membunuh cicak dengan sekali bantingan maka ia mendapat pahala sekian. Siapa saja yang membunuhnya dengan dua kali bantingan maka ia mendapat pahala sekian (kurang dari yang pertama), ….” (HR. Muslim)
3. Dalam riwayat Muslim; dari Sa’ad, bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebut (cicak) sebagai haiwan fasiq (pengganggu).
Semua riwayat di atas menunjukkan bahawa membunuh cicak hukumnya sunnah, tanpa pengecualian.
Kedua: Sikap yang tepat dalam memahami perintah Nabi SAW adalah sikap “sami’na wa atha’na” (tunduk dan patuh sepenuhnya) dengan berusaha mengamalkan sebolehnya.
Demikianlah yang dicontohkan oleh para sahabat Ra, padahal mereka adalah manusia yang jauh lebih bertakwa dan lebih berkasih sayang terhadap binatang, daripada kita. Di antara sebahagian dari sikap tunduk dan patuh sepenuhnya adalah menerima setiap perintah tanpa menanyakan hikmahnya.
Dalam riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai pertanyaan sahabat tentang hikmah diperintahkannya membunuh cicak. Mereka juga tidak mempertanyakan status cicak zaman Ibrahim jika dibandingkan dengan cicak sekarang. Jika dibandingkan antara mereka dengan kita, siapakah yang lebih menyayangi binatang?
Ketiga: Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan bahawa perintah membunuh cicak tersebut tidak ada hikmahnya. Semua perintah dan larangan Allah ada hikmahnya. Hanya bezanya, ada hikmah yang zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang, dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak orang. Adapun terkait hikmah membunuh cicak, disebutkan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
1. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama sepakat bahawa cicak termasuk haiwan kecil yang mengganggu.” (Syarh Shahih Muslim, 14:236)
2. Al-Munawi mengatakan, “Allah memerintahkan untuk membunuh cicak karana cicak memiliki sifat yang buruk, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu) menjadi besar.” (Faidhul Qadir, 6: 193)
Keempat: Hikmah yang disebutkan di atas, hanya sebatas untuk semakin memotivasi kita dalam beramal, bukan sebagai dasar beramal, karana dasar kita beramal adalah perintah yang ada pada dalil dan bukan hikmah perintah tersebut. Baik kita tahu hikmahnya mahupun tidak.
Kelima: Segala sesuatu memiliki manfaat dan madharat. Kita yang pandangannya terbatas akan menganggap bahawa cicak memiliki beberapa manfaat yang lebih besar daripada madharatnya. Namun bagi Allah Dzat yang pandangan-Nya sempurna hal tersebut menjadi lain. Allah menganggap madharat cicak lebih besar dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk membunuhnya. Siapa yang bisa dijadikan acuan: pandangan manusia yang serba kurang dan terbatas ataukah pandangan Allah yang sempurna?
Keenam: Manakah yang lebih penting, antara mengamalkan perintah syariat atau melestarikan haiwan namun tidak sesuai dengan perintah syariat?
Orang yang kenal agama akan mengatakan, “Mengamalkan perintah syariat itu lebih penting. Jangankan, hanya seekor cicak, bila perlu, harta, tenaga, dan jiwa kita korbankan demi melaksanakan perintah jihad, meskipun itu adalah jihad yang sunnah.”
Semoga perenungan ini bisa menjadi pendoman bagi kita untuk tunduk dan patuh pada aturan syariat Allah. Allahu a’lam.
Dipetik oleh Ustadz Ammi Nur Baits, dari Tim Dakwah Konsultasi Syariah.

PID 13214 ( Kump 3)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan